Transplantasi Organ

Transplantasi berasal dari bahasa latin trans dan plantare, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti penanaman di tempat yang berbeda. Transplantasi bukanlah suatu inovasi dalam dunia medis, karena sejarah mencatat penanganan berupa transfer organ sudah dilakukan sejak awal abad ke-2 sebelum Masehi yang dilakukan oleh Sushruta. Sejarah berlanjut kepada Pien Ch’iao di Cina, St. Damian dan Cosmas yang melakukan transplantasi kaki pada abad ke-3 di Roma, Gasparo Tagliacozzi yang sukses melakukan transplantasi kulit pertama di akhir abad ke-16, dan Eduard Zim pada tahun 1837 yang berhasil melakukan keratoplasti atau cangkok kornea [1]. Hingga akhirnya fajar transplantasi modern dimulai dengan keberhasilan transplantasi ginjal dari donor hidup (living donor) pada tahun 1954 yang dilakukan kepada sepasang kembar identik, Ronald kepada Richard Herrick [2]. Diikuti dengan breakthrough dalam penemuan Azathioprine sebagai obat penekan imun sistem (immunosupresan) pertama yang menyelamatkan dan meningkatkan angka harapan hidup (survival rate) resipien organ, transplantasi yang dikenal saat ini, sudah sangat berkembang dan berjasa dalam menyelamatkan ribuan nyawa setiap tahunnya di seluruh dunia [3]. Khususnya dalam problem kegagalan fungsi ginjal, transplantasi adalah solusi terbaik bagi sang pasien, karena angka harapan hidup pasien yang menjalani cuci darah atau hemodialisis akan menurun jika dilakukan dalam waktu yang lama dikarenakan peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler akibat proses cuci darah [4]



Saat ini, transplantasi organ dapat dikategorikan menjadi 4 berdasarkan donornya: Pertama, autograft, yaitu transplantasi organ yang berasal dari dirinya sendiri; Kedua, isograft, yang berasal dari manusia yang memiliki kesamaan genetik, seperti kembar identik; Ketiga, allograft, yang berasal dari manusia yang memiliki perbedaan genetik, contohnya orangtua, anak, atau orang lain; dan terakhir xenograft, yang berasal spesies lain atau benda buatan manusia. Kemudian, transplantasi juga dapat dibagi 2 berdasarkan keadaan donator organ, yaitu donor hidup (living donor) dan donor mati (deceased donor). Mayoritas donor organ saat ini berasal dari allograft deceased donor dari sistem pendonasian organ [5].

Indikasi utama transplantasi adalah kegagalan organ yang irreversible, dimana fungsi organ tersebut tidak dapat dikembalikan seperti semula. Pada organ ginjal, penyebab kegagalan sering terkait dengan umur pasien, seperti pada pasien pediatrik, deformitas dan kelainan genetik adalah penyebab utamanya. Pada usia produktif, pemicu terbanyak kegagalan berasal dari hipertensi dan diabetes. Sedangkan glomerulonephritis dan penyakit cystic kidney merupakan alasan terbanyak kegagalan ginjal pada usia lanjut. Secara statistik, kebutuhan akan ginjal menempati peringkat pertama, berdasarkan data dari organisasi Eurotransplant, di benua biru ini dengan jumlah organ dari deceased donor yang didonasikan per tahunnya 3738 organ (49.9%), kemudian liver di tempat kedua, 1739 organ (23.2%), dan jantung di tempat ketiga, 1111 organ (14.8%). Selain ketiga organ tersebut, masih ada organ lain yang dapat ditransplantasikan, seperti paru-paru, usus, dan pankreas [6].

Sebagai informasi singkat, Eurotransplant adalah sebuah organisasi yang beranggotakan Belanda, Belgia, Luxemburg, Jerman, Austria, Slovenia, dan Kroasia, yang memediasi antara donor dan resipien organ dan mengkhususkan diri dalam pengalokasian dan pendistribusian organ. Badan ini juga menyediakan berbagai data transplantasi termasuk angka kebutuhan organ dalam bentuk waiting list patient dan kebutuhan per organ. Kenyataannya, sulitnya mengakses data kegagalan organ di Indonesia menyebabkan ignoransi publik terhadap jumlah kegagalan organ di Indonesia yang mungkin melebihi jumlah angka di atas, karena jumlah penduduk Indonesia 237,641,326 jiwa pada tahun 2010 menurut BPS, sedangkan jumlah penduduk negara anggota Eurotransplant “hanya” 124,880,241 jiwa pada survei tahun 2009 [7]. Jadi, dapat dibayangkan kemungkinan jumlah kegagalan organ yang mungkin diderita oleh penduduk Indonesia saat ini, tetapi sayangnya, sebagian besar kasusnya tak tercatat dan tak tertolong karena minimnya infrastruktur dan donasi organ.

Praktisi transplantasi saat ini lebih menganjurkan transplantasi organ yang berasal dari living donor daripada deceased donor karena organ yang berasal dari living donor memiliki organ survival rates yang lebih baik daripada organ yang berasal dari deceased donor, terutama organ ginjal. Resipien ginjal yang berasal dari deceased donor saat ini memiliki probabilitas 90% untuk tetap mempertahankan ginjalnya dalam rentang waktu 1 tahun dan mereka memiliki 10-15 tahun dalam keadaan bebas dialisis. Sedangkan, pasien yang menerima ginjal dari living donor, memiliki 95% peluang untuk tetap memiliki ginjal mereka dalam setahun, dengan setengah populasi dapat mempertahankan umur ginjalnya hingga 20 tahun pasca operasi [8-9]. Sayangnya, jumlah organ yang berasal dari deceased donor masih jauh melebihi organ yang berasal dari living donor [6].
  
Pada awal munculnya, transplantasi melibatkan 3 komponen: donatur organ, resipien organ, dan dokter bedah, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan, tindakan ini melibatkan lebih banyak peran seperti psikiater, dokter penanggung jawab kondisi donatur dan resipien, pekerja laboratorium, spesialis keilmuan organ terkait, dan sistem infrastruktur sebagai mediator, kontroler, dan evaluator. Karena bagaimana pun juga, transplantasi organ tidak hanya berupa tindakan pemindahan satu organ dari satu orang ke orang lain, tetapi juga merupakan sebuah tindakan yang sangat invasif dan memiliki resiko dan efek samping. Baik donor maupun calon resipien dipersiapkan dalam kondisi sebaik-baiknya sebelum operasi transfer organ dilakukan. Ada beberapa persyaratan ekstra selain persyaratan di atas untuk melakukan transplantasi organ dari living donor: resiko minimum terhadap donor, donor harus mendapatkan informasi tentang resiko jangka pendek maupun panjang, keputusan untuk mendonasikan organ murni keputusan sukarela oleh donor, dan terakhir, probabilitas kesembuhan resipien harus tinggi.

Sebelum operasi donor dan resipien diharuskan melakukan berbagai macam tes, seperti tes psikologi untuk menilai kondisi mental donor dan resipien dan apakah mereka melakukan tindakan ini murni atas dasar kebaikan bagi sesama (altruisme) atau komersial. Berbagai negara Eropa telah meratifikasi undang-undang yang mengatur perdagangan organ sebagai tindakan ilegal. Kemudian, dokter penanggung jawab dan laboratorium melakukan pemeriksaan awal, untuk memverifikasi riwayat kesehatan donor dan resipien. Berikut ini adalah pemeriksaan awal tersebut: sejarah kesehatan secara singkat, seperti umur dan tinggi/berat badan, riwayat diabetes, kanker, hipertensi, dan gangguan ginjal, dan terakhir kebiasaan merokok. Kemudian evaluasi laboratorium terhadap tekanan darah, protein urin, dan golongan darah dan human leukocyte antigen (HLA) [10]. Sayangnya, tidak semua orang dapat menjadi donator organ, karena beberapa kondisi yang dapat berbahaya terhadap donor maupun resipien organ. Kontra indikasi tersebut adalah perbedaan golongan darah ABO, usia yang terlampau lanjut ataupun muda, obesitas, dan pasien dengan diabetes dan atau hipertensi[11-15].

Beberapa organ dapat didonasikan tanpa berakibat buruk kepada pendonornya, tetapi organ seperti jantung dan paru tidak mungkin dilakukan kecuali donor yang memutuskan untuk mendonorkan organnya setelah mengalami kematian. Dalam dunia medis, kematian dari seorang individu didefinisikan dengan mati batang otak (MBO). MBO adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan fungsi otak secara irreversibel sebagai pengatur refleks nafas dan melakukan kesadaran[16]. Untuk mempreservasi keadaan organ donor, dokter memasang alat penunjang kehidupan, dimana dalam keadaan ini, individu tersebut akan terlihat seperti masih bernafas dan jantungnya tetap berdenyut sehingga aliran darah yang membawa oksigen dan zat nutrisi tetap mengalir ke dalam jaringan.

Pasca transplantasi melibatkan banyak job description dalam persiapan dan penindak lanjutannya. Setelah operasi, pemeriksaan secara intensif dilakukan kepada resipien untuk mendeteksi adanya reaksi penolakan (rejection), organ yang non-fungsional, dan infeksi pasca operasi. Dokter bersama dengan laboratorium akan melakukan observasi secara ketat selama 2 minggu di rumah sakit dan sampai 1 tahun sejak pasien pulang, setelah itu pasien diwajibkan melakukan kontrol secara berkala dan diharapkan terus berkonsultasi tentang kondisinya. Secara perlahan, kondisi resipien akan membaik daripada saat sebelum transplantasi, akan tetapi hal ini bukan berarti kondisi tubuh pasien kembali ke kondisi semula. Resipien akan menjadi lebih rentan terhadap infeksi sebagai efek samping dari obat imunosupresan yang digunakan untuk menekan penolakan tubuh terhadap organ baru. Selain itu masih ada lagi resiko lain sebagai akibat dari kegagalan organ sebelum proses transplantasi seperti penyakit kardiovaskuler dan efek samping dari transplantasi dan obat-obatnya, seperti hipertensi dan diabetes. Oleh karena itu, sebelum pasien pulang akan disarankan oleh dokter untuk memulai gaya hidup dan diet sehat untuk menjaga kondisi tubuhnya.

 Sebagai kesimpulan, transplantasi organ adalah sebuah metode terapeutik yang memiliki potensi paling tinggi dalam meningkatkan taraf hidup pasien kegagalan organ. Walaupun saat ini transplantasi masih belum menjadi pilihan utama bagi sebagian besar rakyat Indonesia, namun dengan beberapa usaha seperti menciptakan infra dan suprastruktur berupa sistem transplantasi dan pendekatan edukasi mendasar kepada masyarakat luas, di masa mendatang metode ini dapat menjadi ujung tombak penyelamatan kualitas hidup pasien pasca kegagalan organ.

Referensi
1. en.wikipedia.org/wiki/organtransplantation.
2. Murray, J., Surgery of the Soul: Reflections of a Curious Mind. Scinece History Publications, 2003.
3. Allison, A.C., Immunosuppressive drugs: the first 50 years and a glance forward. Immunopharmacology, 2000. 47(2-3): p. 63-83.
4. Meier-Kriesche, H.U., et al., Kidney transplantation halts cardiovascular disease progression in patients with end-stage renal disease. Am J Transplant, 2004. 4(10): p. 1662-8.
5. National Institutes of Health NIDDKD, B., MD., USRDS 2008 Annual Data Report: Atlas of Chronic Kidney Disease and End-Stage renal Disease in the United States. US Renal Data System, 2008.
6. Eurotransplant, Annual Report 2010. 2010.
7. bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=1.
8. Gaston, R.S., et al., Kidney and pancreas transplantation. Am J Transplant, 2003. 3 Suppl 4: p. 64-77.
9. Meier-Kriesche, H.U., et al., Effect of waiting time on renal transplant outcome. Kidney Int, 2000. 58(3): p. 1311-7.
10. Gaston, R.S.a.T.C., Psychosocial and psychiatric issues in renal transplantation. Medical Management of Kidney Transplantation, 2005: p. 231-237.
11. Association, W.P.o.t.B.T.S.a.t.R., United Kingdom Guidelines for living donor kidney transplantation. British Transplantation Society, 2000.
12. Flancbaum, L. and P.S. Choban, Surgical implications of obesity. Annu Rev Med, 1998. 49: p. 215-34.
13. Moller, A.M., et al., Effect of preoperative smoking intervention on postoperative complications: a randomised clinical trial. Lancet, 2002. 359(9301): p. 114-7.
14. Riehle, R.A., Jr., et al., Selection criteria for the evaluation of living related renal donors. J Urol, 1990. 144(4): p. 845-8.
15. Transplantation, E.E.G.o.R., European best practice guidelines for renal transplantation (Part 1). Nephrology Dialysis Transplantation, 2000.
16. Diagnosis of brain death. Lancet, 1976. 2(7994): p. 1069-70.


Komentar

  1. Saya bersedia mendonorkan satu ginjal dan sebagian dari liver dan/atau pankreas saya dengan kompensasi. Usia saya < 30 tahun, perempuan, domisili di Surabaya, golongan darah O+, tidak pernah merokok maupun minum alkohol, dan tidak pernah sakit keras. Mohon kontak saya melalui email ke: organdonor56@gmail.com. Terima kasih.

    BalasHapus
  2. saya pria usia 30 tahun dan golongan darah A. saya berniat mau mendonorkan ginjal saya demi keluarga dan masa depan anak saya. jika ada yang minat atau membutuhkan silahkan hubungi saya di nomor +6287718856664 atau lewat email di cacusetiawan@yahoo.com atau setiawancacu03@gmail.com.... bantuan anda sangat saya harapkan dan saya akan selalu siap kapanpun anda butuhkan

    BalasHapus
  3. ########################### mohon maaf sblmya sya mau donor ginjal gol darah AB+ domisili malang ,kelahiran tahun ’79, hp 081 333 851 444 ##############################

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesian Renal Registry dan United States Data Renal System