STUDI INSENTIF DALAM TRANSPLANTASI ORGAN DI INDONESIA

Kebutuhan organ di dunia, termasuk di dalamnya, Indonesia, terus meningkat seiring waktu, namun upaya dalam memenuhi kebutuhan organ jauh dari mendekati harapan. Metode donor terbesar berasal dari donor mati (cadaveric donor) ketimbang donor hidup (live donor), tetapi hasil transplantasi dari organ yang berasal dari donor hidup memiliki fungsi jangka panjang lebih baik dan resiko penolakan kronik lebih rendah dari pada organ yang berasal dari donor mati. Data dari United Network for Organ Sharing (UNOS) mendeskripsikan bahwa pada tahun 2010, jumlah orang yang menunggu dalam waiting list adalah 80.000 orang, sedangkan jumlah transplantasi yang dilakukan hanya 15.000 tindakan. Sekitar 65.000 nyawa harus menunggu lebih lama atau tersisih dari waiting list karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi, atau meninggal. Data dari laporan yang sama menunjukkan rerata lama waktu tunggu untuk mendapatkan organ adalah sekitar 4 tahun dan sekitar 4.000 orang dalam waiting list meninggal setiap tahunnya.
Ada banyak opsi yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan organ bagi penderita kegagalan fungsi organ. Beberapa di antaranya adalah melalui kampanye dan edukasi secara umum untuk meningkatkan kesadaran mendonorkan organ, melonggarkan kriteria persyaratan untuk dapat mendonorkan organ, donasi silang antar donor-resipien, ataupun melalui mengubah kewajiban setiap warga negara untuk menjadi donor. Walaupun semangat altruisme dapat menjadi dorongan spiritual yang baik agar orang dapat berlomba mendonorkan organnya secara sukarela, tetapi kebutuhan terhadap organ tidak dapat ditunggu.
Beberapa negara cukup berhasil mengatasi kebutuhan organ melalui beberapa mekanisme, seperti mendata warga negara yang sukarela memberikan organ mereka pada saat mereka wafat nanti (opt in dan opt out) dan hibrida yang berupa subsidi silang antara calon pendonor dengan calon penerima organ, dimana calon pendonor akan mendapatkan imbalan dan calon penerima wajib melakukan usaha sebagai ganti dari organ tersebut, yang diantara kedua pihak tersebut negara berdiri sebagai penyeimbang dan regulator. Opt in adalah sebuah prinsip dimana organ dari warga negara dapat didonorkan setelah memberikan persetujuan tertulis. Sedangkan opt out adalah prinsip dimana organ dari semua warga negara dapat didonorkan setelah mereka meninggal kecuali yang bersangkutan menolak melalui persetujuan tertulis. Melalui kebijakan opt out, negara seperti Spanyol ataupun Belgia berhasil memenuhi sebagian besar kebutuhan organ baru warga negaranya.
Negara berperan vital dalam mengatur lalu lintas organ, membuat registrasi dan menentukan kriteria penerima maupun pemberi organ, dan menentukan besarnya insentif untuk sebuah organ. Pemenang Nobel Ekonomi Gary Becker dari Amerika Serikat dan Julio Elias dari Argentina mengajukan ide yang mungkin untuk sebagian orang dianggap kontroversial, yaitu pasar organ (organ market), yang didasarkan kebutuhan yang mendesak ini. Mereka mengkalkulasikan harga dari sebuah organ berdasarkan resiko yang harus dihadapi donor saat operasi pengambilan organ, penurunan kualitas hidup setelah tidak memiliki organ, dan ketidakmampuan untuk bekerja selama masa penyembuhan pasca operasi. Berangkat dari sana, mereka memformulasikan perhitungan dengan komponen utama: value of life, quality of life, dan forgone earnings. Value of life (nilai nyawa) adalah kompensasi atas resiko terjadinya kematian pada proses pengambilan organ, yang terdiri dari variable risk of death (resiko kematian saat operasi) dan value of life (nilai nyawa seseorang secara statistik sejak pendonoran hingga tidak lagi produktif). Sedangkan quality of life (kualitas hidup) adalah kompensasi moneter dari penurunan kualitas hidup, yang merupakan perkalian dari risk of reducing quality of life (resiko penurunan kualitas hidup akibat pendonoran organ) dengan value of the reduction in quality of life (nilai dari penurunan itu sendiri). Forgone earnings (hilangnya pendapatan selama penyembuhan setelah operasi) adalah kompensasi untuk waktu yang hilang selama penyembuhan setelah mendonorkan organ, yang merupakan resultan dari time to recover (waktu penyembuhan yang dibutuhkan pasca operasi) dan value of time (nilai waktu). Secara umum, OP (organ price) = VL (value of life) + QL (Quality of life) + FE (forgone earnings).


Organ Price = Value of Life + Quality of Life + Forgone Earnings = (risk of death x statistical value of life) + (risk of quality of life reduction x value of the reduction) + (recovery time x value of time)



Dari formulasi di atas, negara dapat memperhitungkan secara primer besaran insentif dari organ yang dibutuhkan untuk transplantasi organ. Kalkulasi awal ini masih belum meliputi biaya tindakan medis yang telah dilakukan, operasi, dan yang akan diberikan setelah transplantasi sukses dilakukan. Dengan menentukan besaran insentif, negara dapat menjamin ketersediaan jumlah organ karena akan semakin banyak orang yang bersedia untuk mendonorkan organnya. Insentif akan memancing keinginan lebih banyak individu yang bersedia menjadi donor baik melalui cadaveric ataupun dari donor hidup. Menurut pengamatan Becker et al, seringkali walaupun donor cadaveric sudah merelakan pemberian organ secara sukarela, keturunan dari donor akan meminta imbalan, dimana kondisi tersebut membuat tidak ada perbedaan dengan kasus donor hidup yang membutuhkan persuasi lebih besar daripada sekedar keinginan baik. Sistem yang baik akan menjamin operasi cangkok organ dapat dilaksanakan dengan baik, begitu pula perawatan sebelum dan sesudah operasinya sehingga kualitas hidup donor maupun resipiennya terjaga baik, dimana hal tersebut tidak mungkin terjadi pada perdagangan organ transplantasi yang ilegal.  
Ide akan sebuah pasar organ ini tidaklah baru dan sebagian besar masyarakat menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak “bermoral”. Transaksi organ secara umum dianggap tidak pantas, hanya karena lebih banyak anggota masyarakat yang belum membutuhkannya daripada yang butuh. Ide ini akan menghadapi perlawanan individual sampai salah satu dari individu tersebut memiliki anggota keluarga yang mengalami kegagalan organ atau terjebak dalam waiting list tanpa akhir. Sedangkan secara komunal, perlawanan terhadap ide ini berakhir ketika beban sosial ekonomi tidak dapat lagi ditanggung oleh komunitas/negara tersebut jika tidak melegalkan perdagangan.

Tujuan utama dari perdagangan organ legal ini bukanlah keuntungan bagi satu atau beberapa pihak, tetapi tercukupinya organ bagi semua orang yang membutuhkannya. Semakin lama penderita tidak mendapatkan organ, kualitas hidup dan angka harapan hidup mereka akan semakin rendah. Donor hidup adalah komponen terbesar penyumbang organ di negara yang menjalankan sistem opt in karena pada negara yang menerapkan kebijakan opt out, seluruh warga negara secara otomatis menjadi donor pada saat mereka meninggal, kecuali jika memberikan pernyataan penolakan. Pada negara seperti Indonesia yang belum menentukan arah kebijakan pendonoran organ, keputusan harus segera ditentukan secepatnya entah menjadi sistem opt out atau opt in dengan perdagangan organ yang diatur penuh oleh negara, karena kegagalan organ adalah sebuah perang melawan waktu, yang setiap detiknya sangat berarti. 

Komentar

  1. Hai mau nanya..
    untuk di Indonesia ada badan resmi untuk mencalonkan jadi donor kayak UNOS do amrik? tks

    BalasHapus
  2. NJ casino - DrmCBD
    A 광주 출장마사지 non-starter on how we can get it in the states 목포 출장안마 with 통영 출장샵 legalized sports betting is that 정읍 출장마사지 casinos will play slots on tables with no 보령 출장안마 wagering requirement.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesian Renal Registry dan United States Data Renal System